JepangKawai – Satomi Nagasawa telah menjadi janda sejak usia 38 tahun, setelah suaminya meninggal karena kecelakaan lalu lintas. Di usia 42, ia tinggal sendiri di rumah kecil di tepi kota, hidup dalam rutinitas sepi yang tak pernah benar-benar ia pilih. Suatu hari, seorang tetangga baru pindah ke rumah sebelah—Kazuki, pria berusia 25 tahun yang baru saja menikah muda. Satomi awalnya hanya ingin bersikap ramah, menawarkan teh dan berbagi cerita ringan, tapi perhatian Kazuki yang hangat dan senyumnya yang tulus mulai mengusik ruang hampa dalam hatinya. Ia tahu itu salah. Ia tahu Kazuki sudah memiliki istri. Tapi rasa kesepian yang telah ia pendam selama bertahun-tahun membuatnya rapuh, dan tatapan mata Kazuki pun tak lagi tampak sekadar ramah.
Hubungan mereka berkembang dalam diam—pesan-pesan larut malam, kunjungan singkat saat istrinya tak di rumah, dan bisikan-bisikan yang tak pernah diucapkan terang-terangan. Hingga suatu hari, batas itu akhirnya mereka lewati. Namun, tak ada kebahagiaan di akhir. Hanya rasa bersalah yang menggantung di dada, dan kesadaran bahwa cinta yang lahir dari pelarian tak akan pernah menjadi tempat berlabuh. Satomi menatap dirinya di cermin, wajahnya tampak lebih tua dari kemarin, dan hatinya dipenuhi penyesalan. Ia tahu ia harus melepaskan Kazuki—bukan karena tak mencintainya, tapi karena terkadang, cinta juga harus tahu kapan berhenti.