JepangKawai – Uno Kanaya telah menjalani pernikahan selama enam tahun bersama suaminya, Riku, namun mereka belum juga dikaruniai keturunan. Setelah berbagai pemeriksaan dan terapi, dokter menyatakan bahwa masalah kesuburan ada pada Riku. Meski ia tak pernah menyalahkannya secara langsung, Kanaya menyimpan kesedihan yang dalam. Di tengah tekanan keluarga dan rasa hampa yang semakin hari makin sulit ditutupi, ia mulai sering curhat kepada Kazuma, sahabat lama suaminya yang diam-diam telah mengetahui kondisi mereka. Kazuma selalu mendengarkan tanpa menghakimi, dan dalam percakapan-percakapan itu, Kanaya merasa dipahami dengan cara yang berbeda—lebih personal, lebih dalam.
Seiring waktu, perasaan Kanaya mulai berubah. Bukan hanya soal keturunan lagi—ia mulai menanti kehadiran Kazuma bukan untuk berbagi beban, tapi karena kenyamanan yang tak lagi ia rasakan di rumah. Rasa bersalah mulai bercampur dengan keinginan untuk merasakan hidup yang penuh kembali. Ketika Kazuma pun akhirnya mengungkapkan bahwa ia juga memiliki perasaan, Kanaya berada di persimpangan sulit antara kesetiaan dan kebahagiaan. Ia tahu keputusan apa pun akan membawa luka—namun untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia mulai bertanya: apakah ia berhak memilih kebahagiaannya sendiri?

  
  
  




